Sejarah eksploitasi
Sumber Daya Alam adalah Sejarah Penindasan, Pembunuhan serta sejarah konflik
yang tidak berujung akibat keserakahan pemilik modal dan borjuasi yang
senantiasa menggunakan alat kekuasaan (militer). Dimulai pada saat zaman
kolonialisme Belanda, Jepang hingga sampai sekarang. Pada zaman penjajahan
dulu, kita dapat melihat dengan jelas bahwa kepentingan kolonial di negeri
jajahan adalah merampas hasil bumi secara terang-terangan kemudian membantai
kaum pribumi yang melawan. Apakah kemudian sekarang sudah selesai? Jawabannya
adalah belum. Walau dengan kemasan yang baru dan cara-cara yang lebih halus,
penjajahan dan penindasan terhadap rakyat demi eksploitasi SDA tetap terjadi.
Kasus yang akhir-akhir ini kita dengar misalnya, penolakan tambang yang
dilakukan mahasiswa Aceh di kantor Gubernur yang berujung dengan pemukulan oleh
aparat keamanan terhadap mahasiswa, kemudian kasus mesuji di lampung, dimana
dipicu oleh konflik tanah pada tahun 1997 terjadi perjanjian kerjasama antara
PT SWA dengan warga, terkait dengan 564 bidang tanah seluas 1070 ha milik warga
untuk diplasmakan. Perjanjian tersebut untuk masa waktu 10 tahun, setelah itu
akan dikembalikan lagi kepada warga.Selama kurun waktu 10 tahun, setiap
tahunnya warga juga dijanjikan akan mendapat kompensasi. Namun hal itu tidak
pernah terwujud, hingga masyarakat melawan dan jatuh korban tewas. Kemudian
kasus BIMA-NTB, warga meminta pembatalan izin tambang emas. Warga menilai
tambang emas di Lambu dan Sape dapat merusak lahan pertanian dan tambak milik
mereka. Polisi kemudian melakukan pembubaran paksa terhadap pendemo dan
tembakan dilepaskan ke arah warga. Warga pun lari menyelamatkan diri. Akhirnya,
dua warga tewas akibat tembakan. Aris Rahman (19) dan pelajar bernama Syaiful
alias Mahfud (17). Aceh, Lampung, NTB, Papua adalah contoh kecil, masih banyak
sederetan kasus-kasus lain di Negeri ini yang bersumber dari eksploitasi SDA
melahirkan konflik tanah dan penindasan terhadap Rakyat. Hal ini apabila terus
dibiarkan bukan tidak mungkin akan terus menimbulkan korban-korban baru.
Kedaulatan atas SDA sebenarnya secara tertulis telah di atur dalam Konstitusi
(UUD 1945) di dalam Pasal 33 dan UU No. 11 tentang Pemerintahan Aceh. Namun, di
dalam aturan UU No 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Pemerintah malah
memberikan akses yang sangat luas kepada Investor untuk menguasai hak atas
tanah dan fasiltas-fasilitas dalam usaha eksploitasi SDA. Tentunya, ini sama
saja dengan memberikan akses bagi penjajah untuk menindas bangsanya sendiri dan
merampas KEDAULATAN RAKYAT ATAS SUMBER DAYA ALAM. Apalagi, saat ini
perusahaan-perusahaan selalu menggunakan aparat keamanan untuk pengamanan,
sehingga siapa saja yang memprotes bisa-bisa menjadi korban terjangan peluru
mereka, bukankah peluru yang dibeli dengan uang rakyat seharusnya melindungi
Rakyat? Anehnya, peluru itu malah melindungi pemilik modal. Belum lagi
persoalan Pemiskinan Struktural dan Pelangaran HAM, Intimidasi, serta
Pembodohan yang terus bertambah . Dan hal ini tentu saja tidak bisa di biarkan
kawan-kawan. Sebagai mahasiswa, tentunya kita harus memiliki sensitivitas
terkait hal ini, penindasan tentu tidak akan berhenti ketika kita tidak melawan
terhadap Rezim dan Sistem yang Pro Kapitalis!!!! Bagi kawan-kawan yang sudah
sadar dan memiliki semangat perlawanan untuk melawan Penjajahan oleh Pemilik
Modal melalui Alat Negara, maka bisa bergabung bersama kami dalam mimbar bebas
tersebut. Salam Pembebasan!!! Tunduk di tindas atau Bangkit melawan, karena
Mundur adalah Pengkhianatan!!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar