Prinsip Hukum Pemberian Kuasa
Pengaturan mengenai
kuasa pada prinsipnya diatur dalam Bab XVI, Buku III Kitab Undang-undang
Hukum Perdata (“KUH Perdata”), sedangkan aturan khususnya diatur pada Herziene
Indonesische Reglement (“HIR”) dan Reglement voor de buitengewesten (“RBg”).
Oleh karena itu, perlu dipahami beberapa prinsip hukum pemberian kuasa. Berikut
di bawah ini terdapat beberapa prinsip hukum pemberian kuasa yang dianggap
penting untuk diketahui, antara lain:
1. Penerima Kuasa Langsung
berkapasitas sebagai Wakil Pemberi Kuasa.
Pemberian kuasa mengatur
hubungan hukum antara pemberi kuasa dan penerima kuasa, dimana pemberi kuasa
langsung menerbitkan dan memberi kedudukan serta kapasitas kepada penerima
kuasa untuk menjadi wakil penuh (full power) pemberi kuasa, yaitu:
-
Memberi hak dan kewenangan (authority) kepada penerima kuasa, bertindak untuk dan atas nama pemberi
kuasa terhadap pihak ketiga;
-
Tindakan penerima kuasa tersebut langsung mengikat kepada diri pemberi kuasa,
sepanjang tindakan yang dilakukan penerima kuasa tidak melampaui batas
kewenangan yang dilimpahkan pemberi kuasa kepadanya;
-
Dalam ikatan hubungan hukum yang dilakukan penerima kuasa dengan pihak ketiga,
pemberi kuasa berkedudukan sebagai pihak materil atau principal atau pihak utama, dan
penerima kuasa berkedudukan dan berkapasitas sebagai pihak formil.
2. Pemberian Kuasa Bersifat
Konsensual
Sifat perjanjian kuasa adalah konsensual, yaitu
perjanjian berdasarkan kesepakatan antara pemberi kuasa dan penerima kuasa,
serta berkekuatan mengikat sebagai persetujuan di antara mereka. Pasal 1792 KUH
Perdata dan Pasal 1793 ayat (1) KUH Perdata pada pokoknya menyatakan, pemberian
kuasa selain didasarkan atas persetujuan kedua belah pihak, dapat dituangkan
dalam bentuk akta otentik atau di bawah tangan maupun dengan lisan.
3. Bersifat Garansi-Kontrak
Kekuatan mengikat
tindakan kuasa kepada principal (pemberi kuasa), hanya
terbatas:
(i)
sepanjang kewenangan (volmacht) atau mandat yang diberikan oleh pemberi kuasa;
(ii) apabila penerima kuasa
bertindak melampaui batas mandat, maka tanggung jawab pemberi kuasa hanya
sepanjang tindakan yang sesuai dengan mandat yang diberikan, sedangkan
pelampauan itu menjadi tanggung jawab pribadi penerima kuasa, sesuai dengan
asas “garansi-kontrak” yang diatur dalam Pasal 1806 KUH Perdata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar